Translate

Sabtu, 13 Oktober 2012

Pesawat Tanpa Awak BPPT Berisik



Petugas dari Angkatan Udara mengamati Pesawat Udara Nir-Awak (PUNA) jenis Wulung jelang uji terbang di Landasan Udara Halim Perdanakasuma, Jakarta, Kamis, (11/10). Foto: Raka Denny/JAWA POS
JAKARTA - Pesawat tanpa awak karya Balitbang Kementerian Pertahanan dan Badan Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di uji coba di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (11/10). Meski berhasil terbang dengan mulus, pesawat itu dinilai belum sempurna karena pesawat itu tidak berkategori siluman sehingga suara mesinnya bising.
   
"Seharusnya pesawat nirawak tidak mengeluarkan suara. Bisa-bisa ditembak musuh kalau pesawat nirawak kita suaranya seperti itu," kata Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta.
   
Gusti juga mengkritik bahan dasar pesawat yang terbuat dari serat karbon. Meski ringan, namun kekuatannya kalah dibandingkan komposit kevlar yang menjadi badan pesawat nirawak milik Amerika Serikat (AS), Predator.
   
Gusti mengatakan, pesawat nir awak buatan BPPT itu memang dikembangkan untuk kebutuhan sipil. Yakni, untuk memantau wilayah perbatasan dan pemetaan.

Namun, ke depan akan dikembangkan untuk pertahanan. Karena itu, kemampuan teknologinya harus andal.
 
Uji coba pesawat tanpa pilot ini dipantau langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro. Saat ini BPPT telah membuat enam pesawat tanpa awak sejak mulai mengembangkan pesawat tersebut pada 2005.

"Semua yang diuji di sini adalah prototipe. Semua sudah diuji terbang, dan semua auto pilot," papar perekayasa BPPT Adrian Zulkifli.
   
BPPT mengembangkan berbagai tipe pesawat nirawak. Salah satunya adalah pesawat tipe kecil yang diberi nama Sriti dan Gelatik. Dengan berat sekitar 10 kilogram, namun mampu memantau area sekitar 75 kilometer.

Ada juga pesawat kategori menengah bernama Alap-Alap seberat 25 kilogram. Pesawat ini mampu memantau kondisi 140 kilometer di depan sebuah kapal perang.
   
BPPT juga telah merekayasa pesawat tipe besar yang diberi nama Gagak, Pelatuk, dan Wulung. Pesawat jenis ini mampu terbang tanpa pilot sejauh 73 kilometer selama empat jam tanpa henti.

"Kalau memakai satelit, bisa terbang lebih jauh lagi. Untuk jarak 73 km menghabiskan bahan bakar sebanyak 20 liter bensin," kata Adrian.
   
Pesawat senilai Rp 8 miliar per unit tersebut belum sepenuhnya dibuat di dalam negeri. Mesinnya dibuat di Jerman dan menggunakan kamera buatan Taiwan.
   
Saat ini, hampir seluruh negara Asean sudah memiliki pesawat nir awak. Singapura memiliki satu skuadron pesawat Heron 1 buatan Israel yang mampu terbang 50 jam nonstop. Malaysia sudah mampu membuat pesawat Aludra yang mampu terbang tiga jam nonstop bekerjasama dengan Australia.

Vietnam juga telah belajar membuat pesawat Irkut 200 dari Rusia. Sementara itu, Thailand dan Filipina telah membeli pesawat intai dari Israel. (dim/ca)

1 komentar: